Konfrensi Meja Bundar/Wikipedia |
Konferensi Meja Bundar (KMB) yang terjadi pada 23 Agustus hingga 2 november tahun 1949 merupakan sebuah pertemuan antara pihak Indonesia, BFO (negara federal hasil bentukan Belanda di Indonesia), dan Belanda.
Konferensi ini merupakan salah satu upaya dari Indonesia untuk mendapatkan kedaulatan penuh atas pemerintah kolonial Belanda. Meskipun secara riil Indonesia berhasil mendapatkan kedaulatannya namun terdapat dampak buruk yang berkepanjangan yang dialami Indonesia pasca KMB ini. Penulis ingin menyebutnya dengan “kolonialisme baru”.
Zaim Saidi dalam bukunya yang berjudul “Euforia Emas” menjelaskan mengenai dampak buruk yang harus dialami Indonesia untuk memperoleh kedaulatan. Sebelum Belanda benar-benar menyepakati untuk memberikan kedaulatan penuh kepada Indonesia terdapat beberapa syarat yang harus disetujui oleh pemerintah Indonesia yang kala itu diwakili oleh Mohammad Hatta, Mohammad Roem, dan Prof. Dr. Soepomo.
Beberapa syarat tersebut yaitu: pertama, pada tahun 1946 Ir. Soekarno mendirikan bank sentral yaitu BNI 46 yang menerbitkan ORI (Oeang Republik Indonesia), oleh pihak Belanda bank sentral buatan Soekarno ini harus diganti dengan bank sentral mereka yaitu De Javasche Bank (yang kemudian berganti menjadi Bank Indonesia), De Javasche Bank ini merupakan milik beberapa pedagang Yahudi Belanda. Kedua, karena bank sentral diganti otomatis produk turunan dari bank sentral juga harus diganti, pemerintah Belanda menginginkan ORI diubah menjadi Uang Bank Indonesia yang direalisasikan sejak 1952. Ketiga, pemerintah Indonesia harus mau untuk membayar biaya perang pemerintah Hindia-Belanda selama menjajah Indonesia sebesar 4M Dollar.
Melalui 3 hal ini Zaim Saidi berpendapat bahwa Indonesia walaupun mendapatkan kedaulatannya secara penuh namun Indonesia harus memasuki babak kolonialisme baru, kenapa? Sebab jika ditelusuri tujuan daripada kolonialisme Belanda sendiri ialah mencari harta kekayaan berupa resource yang ada di Indonesia seperti Rempah-rempah, Emas, dan SDA yang lain.
Sebelum Indonesia merdeka pemerintah kolonial Belanda harus mengirim tentara terlebih dahulu untuk mendapatkan kekayaan alam yang ada di Indonesia. Akan tetapi setelah Indonesia merdeka mereka tidak perlu mengirim tentara lagi, tetapi cukup memberikan hutang publik (hutang negara).
Tentu muncul sebuah pertanyaan, dimana korelasi antara hutang negara dengan dirampasnya kekayaan SDA di Indonesia. Perlu diketahui Indonesia memiliki hutang bawaan sebesar 4M Dollar, kira-kira bagaimana cara Indonesia membayar hutang tersebut? Apakah dengan uang Rupiah? Tentu saja tidak. Indonesia harus membeli Dollar terlebih dahulu dengan menukar SDA yang ada di Indonesia untuk mendapatkan Dollar. Dengan cara inilah kekayaan alam Indonesia terus digerus dan dirampas dengan harga yang murah.
Sebetulnya Soekarno menyadari hal ini, tepat pada tahun 1965 Soekarno membuat kebijakan yang sangat berani untuk mengusir Worl Bank dan IMF dari Indonesia, namun setelah keputusannya ini tepatnya pada tahun 1967 ia dilengserkan dari kekuasaan dan Soeharto naik tahta.
Sesaat setelah dilantik menjadi Presiden Soeharto mengundang kembali World Bank dan IMF ke Indonesia yang menyebabkan hutang Indonesia semakin besar. Pada saat Sokarno lengser hutang Indonesia hanya 6,3M Dollar, namun saat Soeharto lengser hutang Indonesia mencapai 54M Dollar. Sebetulnya hutang ini cukup rasional mengingat banyak pembangunan yang ada pada masa Soeharto sehingga ia dijuluki sebagai Bapak Pembangunan. Namun fakta bahwa hutang negara ini merupakan bentuk perampasan kolonial tidak bisa dipungkiri.
Penulis : Soleh Hasan