Ayu Utami/Sumber Wikipedia |
Bicara soal sastra wangi, istilah yang benar-benar baru saya tahu dan langsung saya cari tahu. Apa sih sebenarnya sastra wangi itu? Sastra wangi adalah karya sastra yang ditulis oleh perempuan. Sastra wangi sendiri muncul di awal tahun 2000-an setelah karya Ayu Utami novelnya yang berjudul saman mendapatkan penghargaan. Selain Ayu Utami masih banyak karya penulis perempuan yang disemat dengan julukan sastra wangi.
Lalu mengapa harus sastra wangi?
Ternyata sastra wangi bukan hanya sebutan untuk karya perempuan saja. Spesifiknya karya sastra perempuan yang vulgar dan erotis. Bahkan tidak sedikit yang mengatakan bahwa sastra wangi adalahi sastra selangkangan, sebagaimana dikatakan oleh sastrawan Indonesia Taufiq Ismail. Stigma negatif, bahkan dikatakan tidak layak untuk dibaca seringkali didapati.
Dan mengapa harus sastra wangi?
Saya adalah pembaca karya sastra dan karya sastra dengan sebutan sastra wangi itu ternyata karya sastra yang saya banyak baca, namun disini saya heran mengapa harus karya sastra perempuan, apa perlu saya beri tanda miring ditebalkan dalam kata “perempuan”. Ya saya sangat terganggu ketika melihat beberapa komentar bahwa sastra wangi adalah hanya karya sastra yang membahas sex, kevulgaran dan pembangkit birahi saja. Dan saya juga pernah membaca karya sastra laki-laki yang isinya serupa contoh seperti karya Eka Kurniawan, namun apakah ada pelabelan dengan istilah lain? Hmm
Bahkan sebutan Sastra Wangi saja sudah berbau ketidakadilan gender dalam dunia sastra. Menurut saya keberanian perempuan dalam karya-karyanya itu adalah keresahan. Membahas ketabuan yang di usung perempuan adalah perlawanan terhadap apa yang terkadang sering didapati para perempuan di dunia nyata.
Mengapa harus sastra wangi?
Lagi-lagi saya bertanya, apakah karya perempuan dan laki-laki dalam dunia sastra sendiri tidak bisa disamaratakan. Menurut saya perempuan atau laki-laki mempunyai tempat yang sama di ranah manapun. Apalagi dalam menciptakan sebuah karya.
Dan sejauh saya membaca karya sastra yang dilabeli sastra wangi, tidak ada sama sekali niatan penulis untuk menulis konten porno di dalamnya. Saya menemukan banyak hal malah, banyak sisi kemanusiaan yang bisa saya dapat, banyak pengalaman manusia-manusia yang bisa saya rasakan jadi stop Cuma melihat dari segi erotisnya saja.
Di berbagai aspek perempuan seringkali dilihat hanya sebagai objek. Sastra wangi adalah buah dimana ketika masyarakat kita melihat karya perempuan yang terlihat hanya kata “perempuan”-nya saja tidak terlihat kata “karya”-nya.
Seringkali existensi perempuan diremehkan dan dipertanyakan, jika saja konstruksi pemikiran kita tidak terdoktrin oleh budaya patriarki saya yakin perempuan berkarya bukan hal yang aneh, perempuan memimpin bukan sesuatu yang tidak biasa. perempuan menciptakan sebuah karya sastra yang membahas hal-hal tabu dan kevulgaran tidak akan ada kata sastra wangi.
Sekian
Penulis : Susvita Emilda Kusumah