Aku paham kamu tulus.
Aku paham kamu polos.
Aku juga paham, buatmu ini pertama kalinya.
Kamu datang disaat aku luka dan tidak baik-baik saja.
Kamu menawarkan diri untuk menghiburku, menemaniku.
Sudah ku sampaikan berkali-kali aku belum normal lagi.
Aku belum baik-baik saja. Aku masih merasakan luka.
Kupikir bagaimana bisa baik dengan orang lain lagi,
sementara aku belum selesai dengan diri sendiri.
Maaf karena aku tak kuat menahan keberlangsungan kita,
tak kuat menahan agar tak terjadi apa-apa.
Pada akhirnya berpegang pada coba-coba.
Jalani dulu saja yaa.. bullshit luar biasa.
Bahkan disitu, aku seperti sedang tidak menjadi diriku sendiri.
Entah harus bagaimana mengarahkan diri.
Luka yang sebelumnya itu benar-benar masih membuatku sakit sampai kehilangan diri.
Aku jadi tak mengerti maksud hadirmu.
Maksudku, aku jadi tak bisa menemukan makna itu.
Kewarasanku masih diselimuti kabut abu-abu.
Memaksakan keadaan ini terlalu beresiko tentu.
Pada akhirnya, pada akhirnya aku tak bisa menampiknya.
Aku kehilangan rasa.. Oh maaf bukan.
Aku tidak ada rasa. Aku mati rasa.
Aku takut rasa. Aku trauma.
Jika pada awalnya sama-sama mengira kau bisa menjadi penyembuhnya, seandainya..
Tetapi ternyata tidak.
Maaf aku tidak bisa memaksakannya.
Lebih di siapa berat salahnya..
Tak apa salahkan saja aku.
Maaf karena aku tak bisa menerima.
Maaf karena aku ternyata tak bisa ada rasa.
Maaf karena aku ternyata tak bisa untukmu.
Maaf karena kamu ternyata tak bisa relate untukku.
Memaksakannya hanya menyiksa.
Tak bisa memaksa harus menggenggam yang tak disuka.
Rasa benciku semakin menguat yang ada.
Maaf karena kamu tak bisa terlihat menarik di mataku.
Sepertinya kita memang bukan saling bagian.
Maaf karena aku malah tidak bisa menerima maksud baikmu. Sikap baikmu.
Malah membalas sebaliknya. Memberi luka.
Maaf yaa..
Dengan kemampuan apapun, aku tak bisa memaksa rasa.
Jadi di cerita ini, tak apa aku dikata antagonisnya.
Penulis : Aisha Firdaus