Menertawakan Dunia Bersama (Pexels/Helena Lopes)
Amor Fati: Saat Hidup Bikin Pusing, Tapi Kita Tetap Senyum dan Nge-meme
Ada satu fase hidup yang tidak tertulis dalam kurikulum sekolah: fase ketika kamu duduk sendiri di warung kopi, ngelamun sambil mikir, “Ini hidup mau ke mana, sih?” Entah itu setelah skripsi ditolak dosen pembimbing keempat kalinya, atau saat melihat mantan nikah sama teman satu circle, atau pas dompet isinya Cuma struk Indomaret dan receh dua ratusan.
Fase semacam itu membuat kita bertanya-tanya, apakah hidup ini memang dirancang seperti jebakan betmen? Kenapa orang lain bisa bahagia dan terlihat mapan di Instagram, sementara kita masih debat dengan diri sendiri soal: “Mau makan siang atau hemat demi bayar langganan Netflix?”
Nah, sebelum kita makin hanyut dalam eksistensialisme low budget, mari kenalan sama konsep yang barangkali bisa bikin hidup terasa lebih... ya, setidaknya tidak terlalu pengin kabur ke hutan. Namanya amor fati, sebuah istilah keren dari filsuf Friedrich Nietzsche—bapak yang hidupnya keras, pikirannya nyeleneh, tapi quotes-nya bisa bikin kamu mikir semalaman.
Amor Fati: Cintai Takdirmu, Meski Rasanya Pahit Kayak Kopi Tanpa Gula
Secara harfiah, amor fati berarti “cinta pada takdir.” Tapi bukan cinta yang manja-manja atau posesif kayak sinetron. Ini cinta yang absurd—sejenis penerimaan pada semua kejadian hidup, baik atau buruk, sebagai bagian utuh dari perjalanan diri. Bahkan, kalau bisa, cintailah tragedimu seolah kamu yang menulis naskahnya sendiri.
Contoh sederhana: kamu gagal lolos beasiswa ke luar negeri. Kamu bisa saja marah, menyalahkan semesta, dan bilang, “Kenapa bukan aku yang keterima? Padahal aku juga berjuang.” Tapi Nietzsche akan menyuruhmu berkata, “Bagus. Ini jalan yang harus kujalani. Mungkin akan ada cerita yang lebih menarik dari kegagalan ini.”
Ini terdengar kayak akrobat batin, ya? Tapi percaya deh, cara ini lebih sehat daripada overthinking sampai susah tidur, lalu bangun-bangun makin bingung mau ngapain.
Mengubah Mental ‘Kenapa Aku’ Jadi ‘Ya Emang Aku’
Budaya kita suka menolak realita. Dapat kabar buruk? Langsung cari “quotes penyemangat hidup” di Google. Ketemu masalah? Langsung pengin kabur dan jadi petani stroberi di kaki Gunung Gede.
Padahal, menurut Nietzsche, semakin kamu melawan kenyataan, semakin kamu sengsara. Dia ngajarin kita untuk bilang, “Iya, hidup gue memang berantakan sekarang. Tapi itu bukan akhir cerita.” Bahkan, dia lebih ekstrem: “Cintai itu. Rasakan. Nikmati. Peluk.” Kalau bisa dijadikan stiker WhatsApp, mungkin bunyinya: “Gagal? Cintai. Sakit? Peluk. Pusing? Joget aja, bro.”
Lucunya Hidup, Kalau Dipikir-pikir Lagi
Salah satu bentuk tertinggi dari amor fati adalah kemampuan menertawakan hidup. Bukan karena kamu gila, tapi karena kamu sudah sampai di titik di mana kamu tidak mau terus dikendalikan oleh nasib. Kamu tahu bahwa semua ini bagian dari paket “Hidup Manusia Edisi Terbatas,” lengkap dengan bonus-bonus aneh seperti mantan tiba-tiba minta balikan, atau chat kerjaan jam 1 pagi.
Kamu tidak harus pura-pura kuat. Tapi kamu juga tidak harus nyerah total. Amor fati itu seperti bilang ke diri sendiri, “Hidup gue mungkin kayak sinetron lokal, tapi gue peranin aja yang maksimal. Siapa tahu besok ceritanya lucu lagi.”
Pasrah Bukan Berarti Menyerah, Tapi Melek Realita
Banyak orang salah paham. Mereka kira berdamai dengan keadaan itu berarti berhenti bermimpi, pasrah total, dan hidup seadanya. Padahal tidak begitu. Amor fati justru mengajak kita tetap bergerak, sambil berdamai dengan hasil. Kerja keras tetap penting, tapi hasilnya jangan dijadikan beban yang bikin nyesek.
Kamu tetap bisa daftar kerja, daftar beasiswa, bikin konten, atau jualan makanan kecil. Tapi kalau ternyata semua itu tidak membuahkan hasil sesuai ekspektasi, jangan langsung nyalahin diri sendiri. Bisa jadi memang belum waktunya, atau jalannya beda.
Nietzsche seakan berkata: “Lanjutkan langkahmu. Tapi jangan menolak apa yang datang. Jadikan itu bagian dari tarianmu.” Cie, Nietzsche bisa juga puitis ya.
Plot Twist Paling Aesthetic: Kamu Tetap Bertahan
Lihat sekelilingmu. Banyak yang hidupnya tidak seperti rencana awal. Dulu ingin jadi arsitek, sekarang malah jualan susi. Dulu ingin nikah umur 25, sekarang 28 dan baru sadar ternyata lebih suka ngopi sendiri sambil baca buku. Dulu ingin kaya sebelum usia 30, sekarang kaya pengalaman gagal, dan itu pun berharga.
Jangan anggap hidupmu gagal Cuma karena tidak sesuai jadwal yang kamu bikin di umur 20-an. Amor fati ngajak kita mencintai timeline kita sendiri, walau sering ngelag dan penuh buffering. Karena pada akhirnya, bukan tentang cepat atau lambat, tapi tentang sejauh mana kamu bisa tertawa di tengah ketidakpastian.
Akhirnya, Kita Semua Cuma Ingin Tenang
Nietzsche mungkin tidak pernah tahu kalau namanya akan disebut-sebut anak muda yang galau sambil ngopi di warkop. Tapi ajarannya soal amor fati tetap relevan sampai hari ini. Dalam dunia yang penuh perbandingan, kecepatan, dan ekspektasi tak berujung, mencintai keadaan kita sendiri adalah bentuk pemberontakan paling keren.
Jadi, ketika hidupmu sedang tidak sesuai rencana, kamu boleh istirahat. Boleh nangis. Boleh curhat di Notes HP. Tapi jangan lupa, kamu juga boleh tertawa. Boleh menulis puisi dari kegagalan. Boleh selfie walau dompet tipis. Dan yang paling penting, kamu boleh mencintai dirimu yang sedang berantakan.
Karena dalam semesta Nietzsche, justru di situlah keindahannya: kamu hidup sepenuh hati, bahkan saat segalanya terasa tidak masuk akal.***