Mengulas Larangan Berziarah di Ruang Utama Makam Sunan Gunung Jati Masa Hindia Belanda

0

 


Cirebon - Salah satu tempat bersejarah di Cirebon yang selalu ramai dikunjungi orang adalah kompleks makam Sunan Gunung Jati di Astana Gunung Sembung, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon. Tidak hanya sekarang, pada masa Hindia Belanda, Astana Gunung Sembung juga selalu ramai dikunjungi peziarah. 



Dalam surat kabar Soerabaja Handelsblad edisi 20 Oktober 1937, hampir setiap hari, orang-orang datang ke kompleks makam Sunan Gunung Jati untuk berziarah, berdoa sambil membakar dupa. Tak hanya orang Pribumi, orang Tiongkok juga banyak yang datang ke makam Sunan Gunung Jati untuk berziarah ke makam istri Sunan Gunung yang berasal dari Tiongkok, yakni Putri Ong Tien. 



Meskipun ramai, para pengunjung hanya bisa berziarah sampai bagian pintu depan kompleks makam Sunan Gunung Jati, pengunjung tidak diperkenankan untuk masuk ke dalam area utama makam Sunan Gunung Jati. Pegiat sejarah Cirebon, Farihin memaparkan, larangan untuk masuk ke dalam area utama makam Sunan Gunung Jati merupakan aturan atau pepakem yang sudah berlaku secara turun temurun. 



Adanya aturan tersebut, disebabkan karena dulu Astana Gunung Jati merupakan pesantren dan tempat tinggal Sunan Gunung Jati yang di dalamnya terdapat taman yang cukup luas. Selain itu, area kompleks Sunan Gunung Jati juga menyimpan banyak benda berharga seperti guci, permata zamrud, porselen, piring, keramik dan hiasan ubin. 



“Permata Zamrud disebut juga dengan Kendi Pertula, ada juga Pasir Malela yang konon berasal dari bukit Tursina, versi lain juga ada yang bilang dari Mekkah,” tutur Farihin, belum lama ini. 



Lalu, pada masa penjajahan sekitar abad ke 17 dan 18, Astana Gunung Sembung merupakan tempat rahasia para pangeran agar selamat dari kejaran penjajah. Sebagai tempat persembunyian, pada masa itu, ada larangan bagi orang luar dan non-Muslim untuk masuk ke dalam area Sunan Gunung Jati. 



Namun, larangan untuk masuk ke dalam area makam Sunan Gunung Jati tersebut pernah dilanggar oleh seorang jenderal dan tentara pasukan Hindia Belanda. Mengutip surat kabar De Locomotif edisi 17 Januari 1920, kala itu, seorang jendral bernama Jacob Couper, 


yang sebelumnya menjabat panglima tinggi pesisir Jawa, bersama pasukannya datang ke Astana Gunung Sembung. 



Meski sudah diperingatkan oleh para tokoh Muslim akan larangan untuk memasuki area makam, namun, Jacob Cauper bersama pasukannya tetap memaksa masuk ke dalam area makam sampai punggung bukit Astana Gunung Sembung. Setelah berhasil masuk, tak lama kemudian, Jenderal Jacob dan pasukannya meninggal dunia. 



“Dikatakan bahwa Jacob Cauper, yang sebelumnya adalah panglima tertinggi pesisir timur laut Jawa, bersama beberapa panglima militer lain berada lebih tinggi hingga ke punggung bukit, tetapi sebagian besar dari mereka membayar keberanian itu dengan kematian mereka, yang telah diperingatkan kepada mereka oleh para pemuka Muslim, yang merupakan seorang kapten dengan pembantunya, seorang letnan dan seorang kapten meninggal tak lama kemudian,” tulis surat kabar De Locomotif edisi 17 Januari 1920.



Menurut Farihin, kematian Jenderal Jacob Couper dan pasukannya disebabkan karena terkena jebakan berupa pohon beracun yang ada di dalam Astana Gunung Sembung. Menurutnya, adanya pohon beracun bertujuan untuk menyakinkan orang agar tidak sembarangan masuk ke dalam area makam Sunan Gunung Jati kecuali atas izin pemegang otoritas. 



“Alasan-alasan itulah kenapa ada larangan bagi masyarakat umum untuk masuk ke area makam Sunan Gunung Jati secara langsung selain para keturunannya, bahkan keturunannya pun hanya bisa masuk ke area makam Sunan Gunung Jati secara langsung hanya pada dua momen saja, yaitu pada saat pelaksanaan Tradisi Grebeg Syawal dan Grebeg Agung,” tutur Farihin. 



Tradisi di Astana Gunung Sembung



Tradisi Grebeg Sawal dan Grebeg Agung dilaksanakan oleh para Sultan dan Patih Keraton Kanoman bersama para pejabat keraton. Pada saat tradisi Grebeg Sawal dan Grebeg Agung berlangsung, 7 pintu yang selalu ditutup di Astana Gunung Sembung dibuka untuk jalan para sultan dan rombongannya masuk ke area utama makam Sunan Gunung Jati dan akan ditutup kembali setelah rombongan sultan lewat. 



Menurut Farihin, 7 pintu yang selalu ditutup tersebut memiliki 7 nama yang berbeda, yakni Pintu Pasujudan, Pintu Ratna Komala, Pintu Jinem, Pintu Rararoga, Pintu Kaca, Pintu Bacem dan Pintu Teratai. 



Farihin memaparkan, selain faktor keturunan, sebelum mengikuti tradisi Grebeg Sawal ada salah satu syarat lain yang harus dipenuhi, yakni puasa Sawal yang berlangsung dari tanggal 2 - 7 Sawal, dan baru pada tanggal 8 Sawal tradisi Grebeg Sawal bisa dilakukan. Menurutnya, tradisi Grebeg Sawal juga sebagai perwujudan kesempurnaan ibadah dan doa. 



Salah satu menu sajian dalam Tradisi Grebeg Sawal adalah kupat yang dibuat oleh para pengurus makam Sunan Gunung Jati. 



“Kupat ini dibuat oleh Jeneng atau pimpinan pengurus makam Sunan Gunung Jati dan para pengurus lain yang sengaja disajikan sebagai hidangan buka puasa di momentum Grebeg Syawal. Oleh karena itu, di pesantren, khususnya Buntet Pesantren Cirebon, momentum di tanggal 8 Sawal disebut Raya Kupat, Benda Kerep dan pesantren lain disebut Syawalan”, pungkas Farihin. 




Posting Komentar

0 Komentar
Posting Komentar (0)

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top